Sabtu, 04 Juni 2011

Hari Gini Nyatet? - Balada Pelajar di Simpang Pegawai

Semasa saya sekolah dulu, saya banyak mencatat. Waktu itu, saya tidak punya keberanian yang cukup untuk bertanya pada guru,"buat apa mencatat kalau sudah ada buku?". Ternyata, masalah catat mencatat tidak hanya sad ending di zaman sekolah dulu. Sampai sekarang pun, masih ada saja guru yang mengharuskan muridnya mencatat.

Guru tersebut berkata, dengan mencatat, siswa akan belajar 3 kali. Membaca, memahami, kemudian menuliskan kembali apa yang dibaca dengan kalimat sendiri. Guru Bahasa Indonesia saya berkata, mencatat dengan kalimat sendiri dinamakan merangkum. Pengulangan 3 kali proses belajar tersebut dirasa sudah cukup untuk menyiapkan siswa mengahadapi segala macam ulangan dan ujian.

Hari ujian pun tiba. Saya dan murid-murid generasi "penerus" menhadapi ujian yang jauh berbeda. Multiple choice alias pilihan ganda sekitar 30 - 35 soal. Okelah, itu melatih proses berpikir membedakan pilihan jawaban salah dan benar. Mungkin, kehidupan setelah lulus sekolah hanya membedakan dan menilai antara salah dan benar saja.

Whatever, masih ada soal isian singkat yang kadang, jawabannya tidak "sreg" dengan kunci jawaban gurunya. Untunglah, waktu itu saya dapat tips, sepanjang pelajaran, perhatikan saja bagian yang sering diulang-ulang guru tersebut. Pasti keluar pada saat ujian. AHA!!! Tepat!

Pejalanan tidak cukup sampai di situ. Ada ujian uraian. Kami diuji kelayakannya sebagai wartawan amatir. Menanyakan 5W+1H (What, When, Who, Why, Where, How) plus kami menyebutkan dan menjelaskan terjadinya sesuatu atau faktor-faktor nya. Nah, inilah gunanya kami mencatat, meringkas.

Lalu, kami tumbuh  dewasa dan dituntut untuk men"cetak"kan nama kami di sehelai ijasah yang akan kami tenteng kesana kemari dalam map, untuk mengerjakan ujian lagi, multiple choice dan semacamnya agar kami diijinkan bekerja sebagai pegawai pemerintah. Ajaib. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar